Minggu, 21 Februari 2010

Hari pertama penciptaan: langit mencemooh bumi

Karena kegembiraan akan pergantian ada dan tiada, hidup telah melukis citra dunia yang sekaligus jauh dan dekat. Karena usaha yang tanpa henti ini, terciptalah lorong mengagumkan bernama waktu. Kemanapun kau layangkan pandanganmu dan kau arahkan pendengaranmu, ‘kan kau dengar suara: “Aku sama sekali lain darimu”. Bintang dan rembulan berusaha muncul dengan penuh harmoni, ratusan lentera telah dinyalakan di sawang langit.

Di bawah naungan kubah biru ini, matahari telah menegakkan tenda sulam keemasan bertatah benang perak; pagi pertama dari dunia telah lahir di ufuk dan memeluk alam semesta yang baru lahir. Kerajaan manusia baru bagai sejemput kecil debu, bagai gurun lengang tanpa kafilah tiada sedikitpun desir air yang berjuang melawan bebatuan gunung, tiada mega yang siap mengguyurnya, tiada kicau burung di ranting, atau gemerisik semak diinjak menjangan yang berlari di padang lapang. Bumi dan samuderanya belum lagi gemerlap oleh cahaya ruh, gulungan asap masih menyelimuti tubuhnya. Rerumputan, masih terlelap di perut bumi, belum lagi merasakan sepoi angin musim semi.

 

Melihat panorama ini, langit berkata kepada bumi: “Alangkah malang nasibmu! Dalam seluruh keluasanku, siapa lagi yang lebih buta dari padamu? Selain cahayaku, dari mana lagi ‘kan kau peroleh lampu? Tanah tetaplah tanah, tidak akan pernah bercahaya atau kekal sebagai langit. Kalau tidak bisa hidup penuh kemegahan dan kemolekan, mampuslah dalam kehinaan.

“Bumi yang merasa terhina dan gundah oleh hinaan ini, mengeluh kepada Tuhan sehingga terdengarlah suara dari balik langit: “Wahai perbendaharaan yang tidak sadar akan nilai amanat yang diterimanya, jangan bersedih, lihat dirimu sendiri. Hari demi hari bercahaya oleh gerak kehidupan dan bukan oleh sinar yang kau lihat di jagad raya. Cahaya pagi hari datang dari nyala matahari, tetapi cahaya ruh bersih dari debu sang waktu. Cahaya jiwa menjelajah tanpa memerlukan jalan, ia bergerak jauh lebih cepat dari sinar matahari dan rembulan. Sudah kau pupuskah dari ruh jiwamu cercah harapan? Tetapi cahaya ruh alam bangkit dari debumu. Akal manusia akan menyerang alam semesta, tetapi cinta menyerbu yang ada di luar alam. Matanya yang jauh lebih nyalang dari mata Jibril akan menemukan jalan yang bahkan belum dirunut. Walau ditempa dari tanah liat, ia akan terbang bagai malaikat. Dalam perjalanannya, lengkung biru ini hanya stasiun kecil belaka baginya. Ditembusnya langit biru bagai jarum menembus sutra. Dibersihkannya jubah Wujud dari segala noda. Tanpa pandangannya, jagad raya ini gelap gulita, buta. Ia memang sering ingkar dan menumpahkan darah, tetapi ialah sangkutan waktu. Pandangannya menyinari segala ciptaan, sehingga dilihatnya Hakikat dalam berbagai atribut: hanyalah yang jatuh cinta kepada keindahan Ilahi yang dapat menjadi penghulu segala makhluk”.


Nyanyian para malaikat

Sejemput debu suatu masa kelak akan lebih cemerlang dari wujud cahaya,
Tanah, oleh bintang yang memandui nasibnya, kelak akan menjadi langit,
Khayalnya, yang kini masih menyusu kepada aliran berbagai peristiwa,
Kelak akan melampaui titik pusaran lazuardi.
Renungkanlah sejenak hakikat manusia ini, apa yang kau pinta dari kami?
Ia masih bergelimang lumpur, tetapi suatu masa kelak akan sempurna,
Demikian sempurnanya ia nanti, makhluk yang tampak tanpa keistimewaan ini,
Sehingga suatu masa nanti, Tuhan sendiripun cemburu kepadanya!

2 komentar:

Posting Komentar

Komentar ya..Karena saran dan kritik anda sangat berarti bagi saya :)

Related Posts with Thumbnails